Hidup Sebagai Pelajar dan Mahasiswa di Yogyakarta
Belajar dan Berkarya di Kota Sultan
Kota Pendidikan
Seperti
kota-kota besar pada umumnya, Jogjakarta, menawarkan peluang dan kesempatan
yang mampu menarik banyak orang.. Sebagai kota yang sudah terkenal dengan
predikat kota pendidikan dan kota pelajar, Jogjakarta telah menarik banyak
pelajar dan mahasiswa untuk menuntut ilmu disana. Dengan banyaknya sekolah dan
perguruan tinggi, hal ini memang sangat wajar.
Untuk perguruan tinggi swasta saja di Jogja
sangatlah banyak jumlahnya. Menurut data yang diambil dari. http:// www
kopertis5.org, ada setidaknya 116 perguruan tinggi swasta yang tersebar di
seluruh wilayah provonsi DIY. Sebagian besar dari jumlah tersebut memiliki
kampus di wilayah Kota Madya Jogja.
Sedang perguruan tinggi negeri yang ada di wilayah DIY ada tiga buah,
yakni Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gajah Mada dan Istitut Seni
Indonesia. Ini belum termasuk perguruan tinggi kedinasan dan yang bersifat
keagaaman yang berada dibawah naungan badan/departemen tertentu. Dengan jumlah
ini, maka tidak heran mengapa Jogja disebut sebagai kota pelajar.
Banyak
orang, khususnya pelajar yang memang sudah sejak lama mendambakan dapat belajar
disini. Apalagi kabarnya lulusan perguruan tinggi di Jogja sangat dihargai di
beberapa daerah, terutama di luar Jawa. Tidak mengherankan jika banyak orang tua,
terutama dari luar Jogja mengusahakan agar anaknya dapat belajar dan meraih
gelar akademisnya di kota pelajar ini. Tetapi ini juga bukan perkara mudah.
Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, biaya hidup di Jogja juga relatif
lebih tinggi dari daerah-daerah lainnya. Untuk pelajar dan mahasiswa yang
berasal dari kalangan menengah keatas, hal ini tentu bukanlah masalah. Tapi
bagi mereka yang kebetulan berasal dari kalangan menengah kebawah, hal ini juga
menjadi bahan pertimbangan utama.
Kos, transpot dan biaya hidup
Bayangkan
saja, untuk kos-kosan dengan fasilitas cukup sederhana (tanpa Televisi, dipan,
lemari dan kamar mandi dalam), harga rata-rata yang dipatok mencapai seratus
limapuluh ribuan perbulan. Sedang kos dengan fasilitas yang sedikit lebih
lengkap (dipan dan almari, tanpa televisi dan kamar mandi dalam, mencapai
sekitar dua ratus ribuan perbulan. Hal ini menjadi bahan pertimbangan utama
calon mahasiswa dengan bekal materi pas-pasan. Tetapi bagi calon mahasiswa yang
berasal dari kalangan menengah keatas, memilih sebuah tempat kos dengan harga
diatas tiga ratus ribu rupiah (televisi,
dipan, almari, kamar mandi dalam, meja belajar dan ruangan yang cukup luas),
hal ini tentu tidak menjadi masalah berarti.
Tentu
harga tempat kos bukan menjadi satu-satunya pertimbangan. Jarak kos dengan
lokasi kampus pun harus diperhitungkan. Apalagi, jika calon mahasiswa tidak
memiliki kendaraan pribadi. Banyak mahasiswa lupa akan hal ini. Mereka memilih
lokasi kos yang cukup jauh dari kampus agar harga relatif lebih murah, tapi pada
akhirnya mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk biaya transportasi setiap
harinya, apalagi jika jenis transportasi yang digunakan adalah jasa ojek sepeda
motor.
Selain
itu, pengeluaran untuk biaya hidup sehari-hari haruslah juga menjadi bahan pertimbangan.
Beruntung banyak warung yang menyediakan menu makanan yang sesuai dengan
kantong mahasiswa. Warung-warung ini biasanya adalah warung tenda atau warung
tegal yang memang memiliki langganan utama warga kampus.
Dengan
beberapa pertimbangan tersebut, maka mahasiswa harus bisa membuat daftar
prioritas terbaik, apalagi dengan waktu studi yang cukup lama, sekitar tiga
atau empat tahun. Mengingat inflasi atau kenaikan harga kebutuhan yang cukup
tajam maka tak sedikit mahasiswa yang kemudian memilih untuk mencari kerja
sambilan. Penulis sempat menemukan beberapa contoh mahasiswa, yang ternyata
memenuhi kebutuhannya dengan bekerja sambilan.
Penjaga warnet
Reo (22), mahasiswa fakultas pertanian Universitas Mercu
Buana, adalah salah satu contoh dari mahasiswa yang juga menjadi seorang
part-timer. Mahasiswa yang tinggal di daerah Wirobrajan ini memilih profesi
penjaga atau operator di salah satu warung internet (warnet) didaerah Kuncen,
sekitar tiga kilomater dari rumahnya. Walau ia tidak indekos, tapi ia memilih
untuk bekerja sambilan disela-sela kesibukannya kuliah. Mahasiswa peraih
Beasiswa Unggulan ini memang sudah tidak asing lagi dengan dunia kerja. Sebagai
lulusan Sekolah menengah Teknologi Industri,selain pernah memiliki pengalaman
PKL (praktek kerja lapangan), ia juga pernah bekerja pada sebuah perusahan
pembuat cat di daerah Tangerang, banten.
Memilih
sebagai seorang part-timer tidaklah mudah. Salah satu tantangan terberat Reo
adalah ketika ia kebagian tugas
menjaga warnet pada malam hari, sedang pada esok paginya ia harus pergi kuliah.
Walau begitu, seiring dengan berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dengan hal
ini.
Hal
yang sama juga dialami Andi (20), seorang mahasiswa asal Kebumen. Biaya hidup
yang cukup tinggi serta pengeluaran bulanan untuk membayar kos menjadi
alasannya untuk bekerja sembari kuliah. Sehari-hari ia harus membagi tugas
antara kuliah dan profesinya sebagai penjaga warnet. Untungnya sang pemilik
warnet memberi kelonggaran agar Andi menjaga pada shift sore, atau dari jam
empat sampai jam sebelas malam. Walau begitu, mahasiswa fakultas ekonomi di
salah satu perguruan tinggi negri di jogja ini juga sedikit merasa beruntung
dengan profesinya ini. Tak jarang ia memanfaatkan waktunya di warnet untuk
mengerjakan tugas kuliah.
Profesi
penjaga warnet memang menjadi salah satu profesi part-time favorit bagi banyak mahasiswa. Selain tidak terlalu
mengguras energi fisik, waktu bekerjapun dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan
tugas kuliah. Selain itu wawasan akan berita-berita terbaru juga dapat mereka
dapatkan.
Mental wirausaha
Berbeda
dengan Reo dan Andi, Hendra (24) mahasiswa semester akhir di salah satu
perguruan swasta di Jogja justru memilih jalur wiraswasta. Ia bersama saudara
sepupunya membuka sebuah stan penjual baju batik dan cendera-mata di jalan
Mallioboro. Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, ia mengaku sangat sayang
jika tidak memanfaatkan waktunya, apalagi ia hanya masuk kuliah pada hari Senin
dan Jumat. Maka sejak setahun ini iapun mencoba untuk terjun langsung sebagai
pedagang. Jalur malioboro dipilihnya karena memang disinilah lokasi yang
menurutnya paling menjanjikan.
Memilih
bekerja selagi kuliah juga dilakukan oleh Alex (22). Mahasiswa asal Bantul yang
mengaku berkuliah di Universitas Atma Jaya ini memilih untuk bekerja di jalur
wirausaha. Ia memiliki sebuah counter
pulsa yang cukup ramai didekat loksai kosnya. Dalam sehari, ia berhasil
mendapatkan laba bersih dari usahanya ini sekitar seratus ribu rupiah. Walau
begitu tak jarang ia mengalami saat-saat yang cukup pahit. Ia berkisah bahwa
banyak pelanggannya yang tak lain adalah temannya lebih sering berhutang dan
dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini menyulitkannya dalam mengembalikan
modal usahanya. Tapi ini tak menghentikan niatnya untuk terus berwiraswasta.
Baginya, menjaga hubungan baik dengan pelanggan adalah juga modal utamanya
untuk kemajuan dan kelangsungan usahanya.
Keempat
mahasiswa di atas hanyalah contoh kecil dari mahasiswa-mahasiswa yang ingin
mengisi waktu mereka sambil menumbuhkan jiwa keuletan dan kerja keras. Walau
kejenuhan dan keletihan fisik menjadi
faktor yang mungkin mengganggu keseharian mereka, tapi mereka tetap pantang
menyerah. Andi bahkan mengatakan pernah
sempat jatuh sakit selama seminggu penuh akibat keletihan. Tapi kini
dengan kerja kerasnya, ia mampu membeli sebuah sepeda yang sering ia gunakan
untuk pergi kuliah.
Hidup
dikota besar memang menawarkan banyak hal, termasuk kesempatan meraih
pendidikan yang baik. Tapi akan lebih baik jika hal ini dimanfaatkan pula untuk
dapat menumbuhkan etos kerja yang tinggi, yang pada nantinya pasti akan berguna
dalam dunia kerja yang sesungguhnya. Demikian kira-kira pesan yang disampaikan
oleh para mahasiswa part-timer ini. Walau begitu, bagi Reo, Andi, Alex dan
Hendra nilai akademis tetap menjadi prioritas yang tak bisa
dikesampingkan.
![]() |
Belajar dan Bekerja di Yogyakarta |
Post a Comment for "Hidup Sebagai Pelajar dan Mahasiswa di Yogyakarta"
Tidak menerima komentar berbau SARA, kampanye, iklan judi, pornografi, atau spam.