Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ancaman Terhadap Putusnya Regenerasi Petani Indonesia

Di tahun 1980an, Indonesia pernah menorehkan prestasi luar biasa dengan berswasembada beras. Produksi beras yang melimpah pada waktu itu, membuat harga beras di pasaran cukup terjangkau bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

putusnya regenerasi petani
putusnya regenerasi petani

Bahkan, Indonesia juga sempat mengekspor berasnya keluar negeri. Berdasarkan fakta sejarah seperti itu, semboyan Indonesia sebagai negara agraris pun makin nyata.

Tetapi kini harga beras tidak stabil dan cenderung mahal. Bahkan beberapa lapisan masyarakat sudah tak mampu lagi mengonsumsinya. Pemerintah boleh berkata tahun ini Indonesia berpotensi kembali merebut swasembada pangan seperti di tahun 1980an.

Tetapi kenyataan di lapangan berbicara lain. Kasus-kasus anak kurang gizi hingga busung lapar terjadi di berbagai daerah. Juga ada sekelompok masyarakat yang terpaksa mencampur beras dengan bekatul (pakan ternak) untuk dikonsumsi.

Semuanya ini seakan-akan meragukan segala target tentang swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah. Semua kasus tersebut juga sangat  kontras dengan sebutan Indonesia sebagai negara agraris.

Mitos vs Realita


Istilah gemah ripah loh jinawi, kolam susu, lumbung padi dan semacamnya seakan telah melekat pada benak masyarakat. Masyarakat begitu yakin akan kata-kata tersebut dan begitu percaya bahwa tanah Indonesia yang subur akan berpotensi menjamin ketersediaan pangan. Padahal potensi tersebut hanyalah sekadar potensi jika tidak didayagunakan. Masyarakat seakan dinina-bobokan dengan sebutan-sebutan seperti itu dan lupa bahwa kenyataan di lapangan tidak seindah kiasannya yang cenderung memberikan fatamorgana.

Memang dari berbagai data menunjukkan Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup kaya. Indonesia berada di daerah tropis dengan curah hujan tinggi sehingga memiliki tanah yang subur untuk pertanian.

Tetapi sayangnya jumlah petani dan lahan pertaniannya semakin menurun. Data menunjukkan semakin lama jumlah petani kian berkurang. Ini disebabkan oleh rendahnya atau bahkan tidak adanya regenerasi. Dapat kita lihat sangat sedikit kaum muda yang mau terjun ke dunia pertanian, apalagi menjadi petani. Mereka lebih suka berurbanisasi ke kota atau menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri.

Meningkatkan Kesejahteraan Petani


Setiap orang pasti memilih jenis pekerjaan yang memiliki prospek cerah bagi dirinya di masa depan. Ada yang bercita-cita menjadi dokter, insinyur, polisi atau lainnya. Sayangnya petani telah dinilai sebagai profesi yang tak cukup menjanjikan bagi masyarakat, sehingga sangat jarang ada orang yang benar-benar ingin menjadi seorang petani. Akibatnya, jumlah orang yang turun ke dunia pertanian semakin berkurang. Hal ini dapat dipahami karena secara umum banyak petani yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Untuk itulah perbaikan kesejahteraan petani mutlak dilakukan. Seperti kita tahu petani Indonesia seakan berjuang sendirian menghadapi kerasnya hidup dan tekanan ekonomi. Padahal Bung Karno pernah berkata jika petani adalah sokoguru negara. Akankah kita membiarkan sokoguru-sokoguru negara tertindas oleh ganasnya mekanisme pasar?

Penetapan harga jual gabah oleh pemerintah sudah cukup baik. Tapi sayangnya di lapangan hal ini tak berjalan maksimal. Banyak petani yang terpaksa menjual ke tengkulak karena berbagai hal.

Mulai dari sulitnya akses ke pemerintah hingga karena telah terikat perjanjian sebelumnya dengan para tengkulak. Sudah bukan rahasia lagi jika petani kita terpaksa meminjam uang pada para cukong dengan jaminan hasil panen mereka.

Hal yang benar-benar mendesak perlu dilakukan adalah pemberian pinjaman atau bahkan hibah pada petani dalam bentuk pupuk, alat-alat pertanian, benih dan lain-lain. Ini dapat melalui bank-bank pemerintah ataupun birokrasi daerah dengan pengawasan ketat tentunya. Selain itu modernisasi alat-alat pertanian harus pula diperhatikan.

Karena sebagian besar model pertanian kita masih memakai alat-alat konvensional yang menyebabkan hasil produksi tidak maksimal. Jika perlu pemerintah dapat mengimpor alat-alat pertanian modern dan meminjamkannya secara kolektif kepada para petani.

Pemerintah juga wajib melindungi tanah-tanah petani. Jangan sampai mengorbankan tanah yang berpotensi menghasilkan pangan dengan perumahan, mall, atau proyek-proyek mubazir lainnya yang tidak efisien. Hal ini mendesak dilakukan mengingat banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi.

Penyuluhan-penyuluhan pertanian harus digalakkan kembali. Rencana pemerintah menyediakan tenaga penyuluh untuk setiap desa cukup baik. Tapi sayang minat mahasiswa pada pertanian sangat rendah. Banyak kursi fakultas pertanian kosong kekurangan peminat. Ini adalah pekerjaan rumah bagi kita semua. Jika orang melihat sektor pertanian memiliki prospek yang bagus, maka akan banyak yang meliriknya.

Pemerintah perlu menyediakan sarana pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi keluarga petani. Hal ini diperlukan karena banyak keluarga petani yang masih rendah tingkat pendidikannya dan belum terjangkau sarana kesehatan. Ini adalah salah satu langkah penting dalam menyejahterakan petani.

Jika segala kemudahan dan bantuan itu disediakan, maka nasib petani akan jauh lebih baik. Sehingga diharapkan akan mampu mendongkrak produksi pangan. Tetapi jika kita terus membiarkan petani berjuang sendirian di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat, bukan tidak mungkin kita akan semakin tergantung pada impor pangan. Padahal sektor pertanian mempunyai potensi yang luar biasa dalam mendongkrak perekonomian nasional. Sampai-sampai M. Natsir, seorang menteri di era Bung Karno,  pernah menulis jika pangkal kemakmuran Indonesia adalah pertanian nasional.

Pertanian versus Pengembangan Industri


Industrialisasi memang baik, karena selain mampu menyerap tenaga kerja, juga dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Pengembangan industri juga dapat menjadikan perekonomian secara makro terdongkrak serta mampu meningkatkan prestige Indonesia di mata dunia.

Walau begitu jangan sampai melupakan sektor pertanian. Karena selain juga mampu menyerap tenaga kerja, pertanian dapat menjadi benteng ketahanan pangan yang memungkinkan kelangsungan hidup rakyat. Bahkan jika serius dikembangkan, pertanian juga dapat menjelma menjadi sebuah industri yang tangguh andalan bangsa. Maka tak salah jika setiap REPELITA (Renca
na Pembangunan Lima Tahun) pemerintah orde baru selalu menjadikan pertanian sebagai fokus utama.

Potret Petani di RRC dan Kuba


Ada beberapa negara di dunia di mana pemerintahnya betul-betul menunjukkan peran aktif membangun pertaniannya dan kemudian berhasil melesatkan tingkat perekonomian nasionalnya.  RRC (Republik Rakyat Cina) adalah salah satunya. Selain melindungi tanah-tanah pertanian milik para petani, RRC baru-baru ini juga menyediakan fasilitas perumahan, pendidikan bahkan mobil bagi petaninya. Perhatian yang sangat besar kepada kesejahteraan petani membuat produksi pertanian di negeri tirai bambu itu meningkat, dan bahkan menjadi salah satu komoditi ekspor andalan.

Selain di RRC, Indonesia juga perlu belajar dari sebuah negeri mungil di kepulauan Karibia yang bernama Kuba. Negeri Che Guevarra itu pernah terancam kolaps karena hancurnya sistem pertanian mereka.

Perlu diketahui Kuba adalah korban embargo ekonomi dari Amerika. Lahan yang sempit dan tidak adanya pupuk serta bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin pengolah tanah membuat rakyat Kuba jatuh dalam ancaman kelaparan. Apalagi tanah Kuba juga tidak bisa dikatakan subur.

Tetapi negeri yang sampai saat ini tetap setia kepada ajaran kemandirian ala Fidel Castro itu menolak melakukan impor. Mereka justru memanfaatkan apa yang dimiliki. Alhasil seluruh rakyat Kuba menanam buah dan sayuran di mana saja. Mereka menanam di pot, di balkon-balkon rumah dan di dalam ember di depan pagar. Sistem pertanian yang kemudian dikenal dengan nama sistem pertanian kota itu membuat Kuba tetap bertahan dari bahaya kelaparan, walau sampai saat ini masih diembargo oleh Amerika dan sekutunya.

Pola konsumsi rakyat pun berubah, mereka mulai menggemari sayur-mayur dan membuat potensi penyakit jantung di Kuba turun hingga 25%. Sistem pertanian kota yang membuat semua elemen rakyat Kuba menjadi ‘petani’ itu telah sukses menyelamatkan negeri yang kini dipimpin Raul Castro itu.

Contoh lain adalah Australia. Di sana, seorang petani mampu menggarap berhektar-hektar lahan dengan varietas tanam yang berbeda. Ternyata ini ditopang oleh dana pinjaman pemerintah yang besar. Maka jangan heran ada petani yang memiliki lahan jagung sekaligus lahan gandum dan kol yang luas. Negeri kanguru itu juga rajin melakukan berbagai penelitian dan pengembangan yang hasilnya dapat diaplikasikan secara nyata di lapangan. Maka tidak mengejutkan bila berbagai produk pertanian dan juga peternakan dari Australia mampu menembus pasaran dunia.

Lalu bagaimana dengan kita? Jika tidak ada kepedulian nyata yang ditunjukkan untuk petani kita, dan membiarkan mereka berjuang sendirian di tengah himpitan pasar bebas, para tengkulak dan lintah darat, maka petani Indonesia akan tetap hidup dalam kemiskinan akut. Pada akhirnya petani hanya akan menjadi pilihan pekerjaan terakhir bagi mereka yang sudah menyerah menggapai cita-citanya. Lalu, negeri ini akan terus berkutat pada masalah klasik yang seharusnya dapat teratasi setelah puluhan tahun merdeka: kelangkaan pangan.

Mari sejahterakan petani. Terima kasih bapak ibu tani. Engkaulah benteng pangan sejati Indonesia.

Sumber:

www.berdikarionline.com
www.merdeka.com
www.wikipedia.com


Post a Comment for "Ancaman Terhadap Putusnya Regenerasi Petani Indonesia"