Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Reformasi 1998 Dan Pelanggaran HAM


Rasanya bulan Mei adalah salah satu bulan yang paling spesial bagi bangsa Indonesia. Setelah merayakan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional pada 2 dan 20 Mei, pada 21 Mei rakyat Indonesia juga memperingati Hari Reformasi. Hari Reformasi adalah suatu hari untuk memperingati pengorbanan dan perjuangan generasi 1998 dalam upaya menuntut perubahan di Indonesia.

Gerakan Mahasiswa 1998

 Era reformasi juga merupakan penanda bagi berakhirnya kekuasaan Orde Baru yang despotik, militeristik, dan diktator. Pasca berakhirnya era orde baru, Indonesia memasuki sebuah era baru di mana HAM (Hak Asasi Manusia), kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berserikat semakin dihargai. Lantas apakah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi 1998 tersebut?

Kudatuli


Salah satu faktor pendorong terjadinya gerakan reformasi 1998 ternyata hanyalah sebuah akumulasi dari rasa muak rakyat akan pengekangan demokrasi yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto. Salah satu bukti yang paling nyata adalah terjadinya peristiwa Kudatuli 1996.

Kudatuli merupakan kependekan dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli. Nama lain dari peristiwa ini adalah peristiwa Sabtu kelabu. Pada saat itu terjadi  peristiwa perebutan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro No 58 Jakarta. Ditengarai telah terjadi pelanggaran HAM berat di sana.

Pada saat itu, kantor DPP PDI diduduki oleh massa PDI (Partai Demokrasi Indonesia) pendukung Megawati Soekarnoputri. Tiba-tiba, ratusan massa yang mengaku berasal dari PDI pimpinan Suryadi (bentukan Soeharto) menyerang kantor tersebut. Dengan batu dan senjata tajam mereka menyerbu dan membantai puluhan kader PDI pro-Mega. Hingga saat ini, jumlah korban tewas, cedera ataupun yang hilang  masih simpang siur.

Peristiwa berdarah itu benar-benar membuka mata rakyat Indonesia. Simpati kepada Megawati pun mengalir. Sayangnya ketika yang bersangkutan menjabat presiden, para tersangka dan dalang peristiwa Kudatuli tidak juga diseret ke penjara. Bahkan anehnya, Megawati justru mendukung penuh Sutiyoso, salah seorang petinggi militer yang turut andil dalam pembantaian dan penculikan kader-kader PDI saat itu, menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pemilu dagelan 1997


Setahun setelah peristiwa Kudatuli, Indonesia menggelar pemilihan umumnya. Sayangnya, PDI pimpinan Megawati tidak diperkenankan ikut. Selain itu, dua partai lain yang juga tidak diperkenankan ikut adalah Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI).  Alhasil pemilu 1997 hanya diikuti oleh PDI Suryadi, PPP dan tentu saja Golkar.

Jauh sebelum pencoblosan, seluruh dunia sudah menduga jika lagi-lagi Golkar akan memenangkan pemilu. Golkar memang menjadi salah satu pilar utama penyangga orde baru. Partai yang sarat dengan korupsi dan nepotisme itu terlihat makin jumawa. Apalagi Megawati, saingan politik terkuat orde baru, dilarang ikut pemilu.
Tetapi di tengah-tengah masyarakat, muncul rasa muak akan kondisi ini. Seperti diketahui, kemenangan Golkar selalu diwarnai dengan berbagai kecurangan, seperti politik uang, pemaksaan, hingga tindak kekerasan. Pada waktu itu pegawai negeri sipil pasti dipecat jika ketahuan tidak mencoblos Golkar. Sedang yang menjadi simpatisan PDI atau PRD akan disematkan gelar “komunis”. Selain munculnya gerakan golongan putih (golput), sejak saat itu, rakyat mulai berani untuk melakukan demonstrasi, sesuatu yang sangat diharamkan oleh orde baru.\

Kenaikan Harga BBM


Dari semua faktor di atas, yang dianggap berperan paling besar dalam menyulut gerakan reformasi adalah kenaikan harga BBM. Pada waktu itu, selain BBM, harga sembilan bahan pokok juga melonjak tajam. Di lain pihak, rupiah terus anjlok dan para investor yang dekat dengan Soeharto mulai melarikan hartanya ke Hongkong atau Singapura.

Di saat yang sama, utang luar negeri Indonesia juga sudah jatuh tempo. Maka lengkaplah sudah keterpurukan ekonomi yang melanda Indonesia saat itu. Sontak rakyat yang menjadi korban.  Seakan terpanggil oleh jeritan hati nurani rakyat, puluhan ribu mahasiswa di berbagai daerah turun ke jalan. Dengan tujuan utama menggulingkan rezim Soeharto, mereka berdemo di bawah hujan peluru dan ancaman tank ABRI.

Heroisme Gerakan Mahasiswa 1998


Mahasiswa generasi 1998 seolah memiliki satu panggilan yang sama, membela rakyat dan menghentikan rezim yang diktator Soehartoi. Mereka pun melupakan perbedaan kampus maupun organisasi, kemudian menyatu dan menyerukan sebuah perubahan mendasar bagi Indonesia.

Beberapa kampus yang menjadi pusat pergerakan mahasiswa antara lain Universitas Indonesia, Universitas Kristen Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan tentu saja, Universitas Trisakti. Beberapa organisasi mahasiswa ekstra kampus pun juga tak ketinggalan. Mereka sejenak menyingkirkan perbedaan ideologi untuk  tujuan bersama. Hal ini sungguh sangat menakjubkan. GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang nasionalis, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang berazas Islam, dan SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi) yang sosialis mampu menunjukkan kekompakan yang luar biasa. Bersama dengan organisasi mahasiswa lainnya, mereka berdemo dan mempelopori gerakan reformasi.

Antara Hidup Dan Mati


Situasi di Jakarta kian mencekam. Pada 12 Mei 1998, terjadi demonstrasi besar-besaran yang dipelopori oleh mahasiswa dari kampus Trisakti. Aparat bersenjata meresponnya dengan tindakan yang kelewat reaksioner. Akhirnya, melalui moncong kamera para wartawan pemberani, bisa terlihat jelas mahasiswa yang bersenjatakan batu dan pengeras suara melawan para aparat militer yang memakai helm, rompi anti peluru, tameng, tongkat besi dan peluru.

Bentrokan pun tidak terelakkan. Dalam peristiwa tersebut, empat mahasiswa Trisakti tewas tertembak. Publik pun marah. Peristiwa kejam tersebut langsung memantik solidaritas mahasiswa seluruh Indonesia. Sejak saat itu, hampir semua kampus di seluruh Indonesia mengirimkan utusannya untuk ‘menyerbu’ Jakarta.

Bukannya insaf, pemerintah makin brutal menindas aksi demo tersebut. Tetapi itu sama sekali tidak menyurutkan niat mahasiswa untuk melakukan perubahan. Hampir setiap hari media massa diisi oleh foto para mahasiswa yang tergeletak, tersungkur atau digotong kawannya karena tindakan brutal aparat.

Makin hari, rakyat pun makin bersimpati. Banyak masyarakat yang membukakan pintu rumahnya untuk menyembunyikan para mahasiswa yang dikejar-kejar oleh aparat. Pedagang pun juga sering memberikan bantuan berupa ‘diskon harga’ makanan dan air mineral. Bahkan tidak sedikit yang memberikannya dengan gratis.

Noda Di Tengah Perjuangan


Dari serentetan peristiwa yang terjadi selama bulan Mei tersebut, ada satu peristiwa yang terasa sangat janggal, yakni penjarahan dan pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa di Jakarta, Solo dan beberapa kota lainnya. Jelas ini menodai perjuangan reformasi yang digelorakan mahasiswa.

Peristiwa penjarahan dan pemerkosaan tersebut seolah dibiarkan oleh aparat keamanan. Ada apa ini? Mengapa terhadap mahasiswa yang bersenjatakan pengeras suara dan selebaran, mereka hadapi dengan tank dan peluru, sementara para kriminal bejat itu dibiarkan saja? Mengapa peristiwa pemerkosaan ini terasa begitu sistematis? Mengapa para pemerkosa dan provokator aksi penjarahan ini tampak begitu terlatih, tiba-tiba datang-beraksi-lalu menghilang? Apakah ada sebuah konspirasi maha jahat di balik ini semua?

Soeharto Tumbang


Pada 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB, Soeharto, yang sudah berkuasa di negeri ini selama 32 tahun, akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya selaku Presiden Republik Indonesia. Hal ini langsung disambut sujud syukur dan sorak-sorai rakyat Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Di pihak lain, Golkar dan para petingginya merasakan ketakutan yang luar biasa. Sementara ABRI di bawah komandan tertingginya, Wiranto, menyatakan akan menjamin keselamatan dan kehormatan  sang mantan presiden. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan terhadap Soekarno, presiden pertama yang harus hidup dalam tahanan rumah karena ulah licik Soeharto.

Sejatinya, reformasi Indonesia 1998 adalah akumulasi dari kekecewaan rakyat yang selama puluhan tahun hidup di bawah ancaman moncong senapan. Setelah Soeharto tumbang, kebebasan pers dan HAM ditegakkan. Lantas, dengan cepat kebusukan rezim penuh darah ala Jenderal Soeharto pun terbongkar. 

Ternyata pembangunan yang selama ini terlihat bersumber dari utang luar negeri.  Di beberapa daerah kaya sumber daya alam, ternyata rakyatnya masih terbelakang, hidup dalam kebodohan dan kemiskinan akut. Pemilu hanya sebuah drama dengan Golkar yang harus menang. Para pengusaha dan kroni-kroni Cendana menikmati berbagai kemudahan dari negara dan korupsi sudah sangat parah.

Berikut adalah beberapa kejahatan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru selama berkuasa : 

  1. Pelanggaran HAM berat di Papua, Aceh, Timor Timur,  Lampung, peristiwa Kudatuli 1996, Tanjung Priok, Bondowoso, Banjarmasin berdarah, dan masih banyak lagi.
  2. Penjualan kekayaan negara kepada pihak asing.
  3. Korupsi dan nepotisme, terutama kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)  yang hingga kini belum terungkap.
  4. Melecehkan demokrasi dan kecurangan pemilu.
  5. Melakukan kejahatan terhadap  Bung Karno dan menghabisi para pendukung PNI.
  6. Mengkhianati agenda reformasi 
Melihat itu semua, maka mahasiswa pun mengajukan tuntutan reformasi yang sangat mendesak dan harus dilakukan. Dua di antaranya adalah: Adili Soeharto dan bubarkan partai Golkar. Tetapi hingga ganti presiden berkali-kali dan bahkan hingga  Soeharto meninggal, semua tuntutan itu seperti menguap ke langit biru.

Justru kini KKN semakin menjadi-jadi dan kemiskinan masih belum bisa teratasi. Lihat saja di televisi, ada banyak pejabat negara, anggota legislatif, menteri, pejabat kepolisian hingga para kepala daerah yang tersandung kasus KKN.

Ternyata darah dari para pahlawan reformasi belum cukup dihargai oleh para pembesar negeri ini. Lantas bagaimana negeri ini mau menjadi negeri yang terhormat, jika terus-menerus pikun dan tidak mau belajar dari sejarah. Siapapun pemenang pemilu 2014 nanti, beranikah untuk melaksanakan agenda reformasi yang tertunda selama 15 tahun ini? Semoga saja.

Post a Comment for "Reformasi 1998 Dan Pelanggaran HAM"