Amerika Negara Terhebat Di Dunia
237 tahun yang lalu, atau tepatnya pada 4 Juli 1776, sebuah negara demokrasi terkuat di dunia lahir. Negara yang sempat mendapat cibiran dari para bangsawan Inggris, menjadi incaran para jenderal militer Perancis dan langsung ditantang oleh tuan tanah yang pro perbudakan itu, kini tumbuh menjadi sebuah negara maju yang hegemoninya tidak bisa terbantahkan lagi.
Inilah kisah mengenai sepak terjang sebuah negara, yang lahir dari jerit tangis para pengungsi Eropa. Inilah negara yang menjadi surga dambaan para pencari emas dan penjual budak Afrika. Inilah negara, yang dengan gagahnya sering menganggap dirinya sebagai polisi dunia. Inilah Amerika Serikat.
![]() |
Semangat Amerika Yang Mengubah Dunia |
Land of Free and Home of the Brave
Setelah Christopher Colombus dan Amerigo Vespucci menginjakkan kaki di benua merah Amerika, tidak butuh waktu lama bagi orang Eropa untuk kemudian menegakkan kolonialisasinya di sana. Selain Inggris, ada belasan negara Eropa lain yang dengan penuh semangat melebarkan sayap kekuasaannya di dunia baru tersebut. Ada Belanda dan Perancis di utara, serta Portugal dan Spanyol di selatan.
Selain emas, penjualan budak untuk dipekerjakan di ladang-ladang jagung dan kapas menjadi bisnis yang juga menjanjikan. Walau begitu, hanya orang-orang kaya Inggris yang mencengkeram bisnis di Amerika Serikat. Sedangkan pendatang awal lainnya, walaupun juga berkulit putih dan sebagian berasal dari tanah Britania, harus puas dengan menjadi pekerja kelas bawah.
Para pendatang itu, ternyata berasal dari berbagai kalangan. Ada para penganut Lutheran Jerman, Calvinis Inggris, Mennonite Belanda ataupun aliran Kegerakan Kristen Baru yang berbondong-bondong menyeberang ke Amerika. Mereka tidak tahan dengan pembantaian yang dilakukan oleh para raja Katolik dalam perang Katolik-Protestan yang berlangsung sangat lama. Orang-orang ini, biasa disebut sebagai kaum puritan, merupakan penyokong utama dalam struktur masyarakat pendatang awal di Amerika Serikat.
Pengalaman pahit mereka melihat seseorang dipenggal kepalanya, dibakar di tengah lapangan atau diarak di alun-alun untuk kemudian digantung hanya karena memeluk agama non-Katolik (agama mayoritas di Eropa yang mulai goyah karena munculnya aliran-aliran Protestan) membuat mereka memendam perasaan sensitif akan tirani agama. Para pendatang ini, walau memiliki latar belakang agama yang beragam, ternyata dapat hidup rukun dan menunjukkan kepada Eropa, bahwa kekerasan hanya akan menambah luka.
Selain para pencari kedamaian, ada juga para pendatang yang pergi ke Amerika untuk mencari kesejahteraan. Mereka yang merasa bahwa kapitalisme dan feodalisme Eropa telah menindas harus dengan begitu keras, akhirnya memilih untuk mencari tanah air baru, yang mampu memberi kebebasan juga kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahkan di masa modern seperti ini, dapat kita lihat para imigran miskin Puerto Rico, Polandia, India, atau Afrika yang berjuang agar dapat pergi ke Amerika dan membebaskan diri dari kemiskinan.
Tetapi ada juga yang ternyata datang ke Amerika bukan karena kemauan sendiri. Mereka datang bukan untuk mencari kebebasan, tetapi karena dipaksa oleh para pedagang budak. Mereka adalah laskar budak berkulit hitam legam dari Afrika. Mereka, yang dalam kultur budaya pendatang awal hingga menjelang perang kemerdekaan, disimbolkan sebagai perwujudan iblis, hanya karena memiliki kulit gelap.
Merekalah yang dalam kurikulum pendidikan kolonialis, dianggap sebagai investasi dan harta bergerak, yang tidak boleh dibela ketika disiksa dan dihukum mati oleh tuannya. Tetapi kelak, salah satu dari keturunan orang-orang hitam ini, akan berseru dan berdiri gagah di Gedung Putih, untuk menjadi presiden bagi sebuah negeri yang dulu pernah memuja perbudakan.
Tidaklah mudah bagi seseorang agar dapat menyeberang ke Amerika pada waktu itu. Kapal, satu-satunya alat transportasi yang memungkinkan, harus melewati lautan teduh Samudera Atlantik atau Selat Bering yang dingin. Sudah tidak terhitung jumlah imigran yang harus mati kelaparan di lautan atau tewas karena kapal yang ditumpanginya karam.
Meski begitu, gelombang pendatang tidak pernah berhenti. Sedang mereka yang telah mendarat di Amerika, adalah mereka yang lolos dari seleksi alam yang ganas, yang otomatis pantas dilabeli sosok-sosok pemberani yang beruntung.
Kebebasan dan keberanian, dua kata inilah yang menjadi modal utama bagi para imigran. Dua kata yang terus didengungkan dalam lubuk sanubari mereka, entah ketika harus berhadapan dengan pasukan suku Indian, membuka ladang kapas dan gandum di tanah antah berantah, atau ketika dengan penuh heroisme berperang dengan Inggris, Perancis dan Spanyol. Dua kata inilah, beserta kisah-kisah heroisme lainnya dari para pendatang awal, yang membuat Amerika Serikat muncul sebagai sebuah tanah bagi kaum yang merdeka dan sebuah rumah bagi mereka yang pemberani.
Anti-Feodalisme
Jika di Eropa, para raja dan ratu masih bisa berkuasa sekehendak hati mereka, tidak demikian halnya dengan Amerika. Memang secara yuridis, Amerika adalah bagian dari Kerajaan Inggris Raya. Tetapi secara de-facto, orang Amerika, entah itu keturunan Inggris atau bukan, lebih suka disebut sebagai kaum merdeka.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh sosio-historis dari rakyat Amerika era kolonial. Mereka harus kerja siang malam sepanjang tahun, berpindah dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk membuka lahan serta mengubah padang belantara menjadi sebuah permukiman yang layak di tanah baru itu. Lambat laun, perasaan bahwa kekayaan dan kehormatan harus didapatkan dengan kerja keras, membuat seluruh rakyat Amerika sadar bahwa konsep kerajaan, kesultanan atau semacamnya adalah konsep paling dungu yang hanya pantas dianut oleh masyarakat yang suka rela diperbodoh dan ditindas.
Inilah yang membuat penduduk Amerika tidak mengizinkan siapapun menjadi raja. Bahkan dengan penuh kesadaran mereka mulai mempertanyakan kekuasaan kerajaan Inggris. Puncaknya, ketika meletus perang Inggris-Amerika 1775, di bawah komando George Washington tentara Serikat Tiga Belas Koloni menjungkalkan kaki tangan raja Britania dan melahirkan kemerdekaan bagi Amerika. Tiga belas koloni yang kemudian menjadi inti dari Amerika Serikat, akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan pada 4 Juli 1776 untuk membentuk sebuah negara di bawah kekuasaan Tuhan yang percaya bahwa semua manusia dilahirkan sama.
Semangat Amerikaisme
Amerika Serikat langsung melesat menjadi salah satu negara paling berpengaruh sejak abad 18. Ada banyak hal yang membedakan Amerika Serikat dengan negara maju lainnya saat itu, seperti Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Italia ataupun yang lainnya. Pertama, Amerika Serikat tidak memiliki raja ataupun ratu.
Rakyat Amerika Serikat tidak bisa menolerir seseorang yang langsung mendapat kejayaan, kekayaan dan kehormatan bahkan ketika di dalam kandungan. Semuanya harus didapatkan dengan kerja keras. Bahkan untuk menjadi presiden, seseorang harus berjuang melatih wawasan serta merasih simpati rakyat. Azas Demokrasi dan Republikisme ini kemudian dengan tepat menjadi senjata andalan Amerika. Rakyat tidak berjuang untuk raja ataupun ratu, tetapi untuk negaranya, tumpah darahnya.
Kedua, Amerika Serikat sangat menghargai kerja keras dan karya seseorang. Itu mengapa ada jutaan ilmuwan, novelis, penemu, hingga orang-orang cerdik pandai yang ada di sana, walau kebanyakan dari mereka lahir di negara lain. Adalah suatu kebanggaan bagi seorang saintis untuk bisa menciptakan hal baru dan berinovasi dengan sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan Amerika Serikat muncul menjadi negara industri raksasa.
Amerikanisme atau nilai-nilai Amerika Serikat juga menempatkan kebebasan individu pada tempat yang sangat luhur, bahkan jauh lebih tinggi dari negara. Seseorang, entah dengan agama, latar belakang, pandangan politik, atau orientasi seksual apapun, boleh hidup di sana. Kebebasan berarti seseorang boleh bertindak apapun, dan satu-satunya batasan atas hal itu adalah asal tidak mengganggu kebebasan sesamanya. Ini sangat berisiko, karena liberalisme atau kebebasan yang terlampau besar berpotensi menghancurkan negara.
Tetapi selalu ada saja orang-orang macam George Washington, Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, dan lainnya yang dengan tulus mengorbankan apa yang mereka miliki untuk melindungi kebebasan rakyatnya. Dari merekalah rakyat Amerika sadar bahwa satu-satunya hal untuk melindungi kebebasan pribadinya adalah melindungi Amerika dari musuh-musuhnya.
Americaner atau rakyat Amerika juga sangat tidak bisa menolerir perbudakan. Bagi mereka, semua manusia adalah budak, sebelum semua manusia merdeka. Pemerintahan tiga belas koloni mempertaruhkan hidup negeri muda itu, ketika dengan tegas menyerbu Federasi Negara-Negara Selatan karena masih melegalkan perbudakan. Perang saudara yang berdarah-darah itu akhirnya berhasil membebaskan jutaan budak untuk kemudian dengan senang hati menjadi Americaner sejati.
Amerika dan Dunia Bebas
Suka atau tidak suka, Amerika adalah negara adidaya di planet ini. Superpower dari west world ini telah mendominasi dunia tidak kurang sejak dua ratus tahun yang lalu. Amerika juga menjadi magnet bagi jutaan orang. Walau begitu, bukan tanpa musuh Amerika Serikat ‘mengatur dunia’. Di dalam negeri, ada Klu Klux Klan yang hingga kini masih mempertanyakan keabsahan dari Amerika Serikat. Sedang di dunia, ada banyak pemerintahan, partai politik atau kelompok yang dengan terang-terangan membenci Amerika Serikat.
Hal ini bisa dipahami, karena ‘ulah’ Amerika sendiri yang sering dengan jumawa mengaku menjadi polisi dunia. Meski begitu, Amerikanisme, yaitu anti-feodalisme, anti-perbudakan, demokrasi dan penghargaan terhadap kerja keras adalah nilai positif yang tidak ada salahnya untuk diteladani oleh Indonesia.
Happy Independence Day, America. In God We Trust.
Post a Comment for "Amerika Negara Terhebat Di Dunia"
Tidak menerima komentar berbau SARA, kampanye, iklan judi, pornografi, atau spam.